Berandai-andai

Kalau boleh saya berandai-andai, (tentu saja boleh, tidak ada yang larang. Lagipula cuma di otak sendiri saja kan) saya hanya berpikir untuk tidak lahir ke dunia. Jadi kekosongan yang tidak pernah ada. Jangankan jadi segumpalan daging yang punya jantung, masuk dalam rencana Tuhan untuk menghadirkan saya pun tidak.

Tapi kekosongan itu sendiri bukankah sebuah keberadaan? Ya pokoknya, saya gak mau jadi apa-apa. titik.

Gak mau jadi manusia, gak mau jadi apa-apa. Saya berharap saya tidak pernah diciptakan. Jadi saya gak harus ketakutan seperti sekarang. Saya takut dihukum. Saya gak siap menerima balasan perbuatan buruk saya yang katanya akan dihukum sebegitunya. 

Saya capek sekali hidup dihantui ketakutan. Di satu sisi saya bersyukur juga sih, masih memiliki rasa takut begini. Saya skeptis. Saya gak yakin saya bisa dapat balasan yang baik. Saya ngaca. Sedih, tahu diri bahwa saya gak pantas dapat balasan sesuatu bernama surga.

Tapi saat ini saya merasa malu. Lagi-lagi Tuhan menarik saya dari keterpurukan pikiran saya sendiri. Ditunjukkan-Nya bahwa bersyukur adalah obat dari hati yang sempit. Bersyukur bahwa kenyataannya saya selalu diawasi-Nya dalam kasih sayang yang begitu lembut. Saya tahu Tuhan tidak selalu kejam, tapi sekarang saya paham, bukan hanya sekedar tahu. Kemarin saya diberikan perasaaan takut sebegitunya karena saya sudah terlalu melampaui batas. Bukti bahwa tidak ada yang lebih sayang kepada saya selain Allah yang Maha Lembut. 

Dia Yang Maha Tahu semuanya. Benar-benar semuanya. Siang itu hati saya sedang ringan sekali. Tidak ada yang terlalu saya pikirkan, hanya beberapa hal mengenai persiapan lamaran. Maasya Allah saya begitu saja tergerak untuk memutar video ceramah dari Ustadz Khalid Basalamah (semoga Allah berkahi beliau), yang mana sudah lama sekali tidak mendengar ceramah beliau. Tidak, isi ceramah tidak membahas mengenai dosanya orang yang tidak bersyukur diberi kehidupan. 

Saya memutar sembarang ceramah beliau, saya habiskan ceramah selama 1 jam tersebut. Betul-betul habis. Sepulang dari kantor, saya membuat dekorasi lamaran dari bunga flanel ditemani dengan ceramah-ceramah beliau hingga dini hari. Isi ceramah bermacam-macam, yang intinya bahwa hidup tidaklah semenakutkan itu. Banyaaaakk sekali kebaikan-kebaikan kecil yang Allah nilai begitu besar. Hal kecil yang saya anggap tidak bernilai, ternyata dihitung sebagai pahala yang begitu besar. Allahu Akbar :"

Saya tahu, paragraf ini akan terdengar klise karena hidayah bersifat begitu personal. Mungkin saja tulisan saya tidak membawa hidayah bagi sebagian pembaca, tapi saya berharap besar pada sebagian yang lain. Saya berharap tulisan saya mampu menjadi sebab orang lain merasakan sayangnya Allah pada hamba-Nya. Semoga Allah ampuni saya dan kita semua.

Popular posts from this blog

Stranger

Cuma Mau Cerita