Cuma Mau Cerita

Semangkuk baso aci mengantarkan saya pada perasaan ingin muntah. Mirip-mirip perasaan yang saya alami sore tadi. Bedanya, tadi sore saya kelaperan, tapi sekarang kekenyangan. Dua perasaan yang bertolak belakang tapi ujung-ujungnya memunculkan keinginan yang sama. Muntah.

Saat ini saya sedang bekerja, duduk depan laptop dengan punggung yang ditiupi angin dari kipas gagah yang umurnya hampir 10 tahun. Kipas itu tadinya berisik sekali. Polusi suara. Tapi atas ilham Yang Maha Menggerakkan hati, saya kepikiran untuk ngasih oli gardan di mesinnya. Jadi, deh. Kipas kesayangan keluarga lumayan anteng. Rumah saya yang kekurangan arus udara pun bisa sedingin lantai Sukabumi.

Pagi tadi, lebih tepatnya sih pagi menuju siang, saya berkunjung ke rumah pacar (selanjutnya beliau akan saya ketik Bojo). Malamnya saya janji mau datang pagi. Benar-benar pagi, pukul 6 dari rumah. Alhamdulillah-nya tadi pagi gerimis syahdu. Mata saya yang lagi ngaso habis minum sahur pun nyerah. Tidur lagi dengan damai. Padahal malamnya, saya benar-benar gak bisa tidur. Kalau kata Mas Bojo, "Kaciw, dul!"

Saya balik kanan, balik kiri, tetap gak ngantuk. Saya merem-meremin, leher saya kaku. Tahu, kan, rasanya gak bisa tidur tapi dipaksa tidur karena besok ada hal istimewa?

Oh! Ngomong-ngomong, kenapa pertemuan hari ini istimewa? Karena ini pertemuan kami setelah 1 bulan gak ketemu! Waktu awal dekat, paling lama kami hanya gak ketemu 2 minggu. Itu pun setelah banyak drama yang malang melintang. Karena karantina virus ini kami terpaksa menahan rindu. Yahelah hahaha.

Tapi seriuslah, saya gak nyangka kangen sama orang bisa sampe nyesek gini. Semalam waktu gak  bisa tidur, saya bengong, diem. Tapi otak saya jalan terus. Saya ingat awal mula ketemu Mas Bojo, terkagum-kagum, sampai ujungnya saya mewek. Kangen. Mau dia ada di samping saya. Ketawa ketiwi. Becandain saya. Ngobrolin sepatunya atau semua barang-barang yang lagi dia pengen. Apa aja. Yang penting saya bisa lihat dia detik itu juga. Untungnya gak lama saya langsung tertidur sebelum isi kepala saya semakin gak beres.

Besoknya, seperti yang sudah seringkali terjadi, saya bangun siang. Pukul setengah 9 pagi saya bangun, lihat cuaca apa hujan masih turun. Ternyata sudah berhenti. Saya mandi. Setelah serentetan drama potongan kehidupan keluarga ngegas, akhirnya saya berangkat. Maksudnya, saya, adik perempuan saya, dan Ibu saya.

Singkat cerita, yang sebenarnya panjang dan ribet, saya sampai di rumah Mas Bojo. Saya ke rumah Mas Bojo sendiri, Ibu dan adik saya beda tujuan. Mereka ke pasar kain dekat rumah Mas Bojo. Berkembanglah hati Dinda. Hilang sudahlah pegal-pegal dan debu yang menusuk mata. Mas Bojo keluar dengan ceria dan bilang "Selamat paagiiiii!!" sambil buka pintu. Saya terkekeh, buka pager, rentangin tangan, bukan untuk dipeluk, tapi siap-siap buat disemprot desinfektan, terus jawab "Di sini masih pagi, kan?" Mas Bojo ketawa girang.

Saya menyapa ibunya, yang segera akan jadi ibu saya juga, doakan ya. Wajahnya gembira, senang sekali melihatnya berbicara dengan semangat. Beliau menceritakan hobi barunya mencari resep-resep masakan. Kami banyak mengobrol setelah sekian lama (padahal baru sebulan). Dalam hati saya bersyukur diberikan mertua sebaik beliau. Kadar perhatiannya pas menurut saya. Tidak berlebihan, dan tidak cuek.

Dan yang bikin saya makin bersyukur, Ibu Mas Bojo dan Ibu saya satu frekuensi! Alhamdulillah. Saya bisa sangat terhindar dari drama orang tua kandung vs mertua ketika berkeluarga kelak. Beliau berdua layaknya dua teman masa kecil ketemu gede. Akrab pisan!

Long short story

Sekarang kira-kira 2 bulan sejak saya menulis tulisan di atas. Orang tua kami sudah bertemu. Senangnya lagi, beliau berempat bertemu di rumah yang sedang kami perjuangkan berdua. Pertemuan santai yang membuat keempatnya terlihat seperti teman sebaya yang hendak menjodohkan anak mereka. Call me weirdo, but I told you the truth as it is. 

Beterbanganlah kabut-kabut yang selama ini mangkal di kepala. Pecah sudah gelembung-gelembung pertanyaan yang menyesakkan hati dan pikiran. Mudah-mudahan segala hal baik yang terjadi adalah jawaban dari doa-doa panjang yang kami terbangkan tiap waktunya. 

Popular posts from this blog

Berandai-andai

Stranger